Biografi Teuku Jacob - Bapak Paleoantropologi Indonesia
Profil Teuku Jacob
Prof. Dr. Teuku Jacob adalah guru besar emeritus dalam bidang antropologi ragawi Universitas Gajah Mada (UGM). Ia dikenal sebagai peneliti berbagai fosil yg ditemukan di berbagai tempat di Pulau Jawa. Menjelang akhir hidupnya, ia sempat menghebohkan kalangan antropologi atas kritiknya terhadap asal usul Homo floresiensis. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yg tekun pada bidangnya dan menghasilkan banyak karya tulis, penelitian, buku, artikel, makalah di berbagai surat kabar, dan jurnal. Dia merupakan bapak paleoantropologi Indonesia.
Kehidupan
Prof. Dr. Teuku Jacob lahir di Peureulak, Aceh 6 Desember 1929. Ia putra bungsu dari tiga bersaudara, anak dari Teuku Sulaiman. Jacob tamat SMA di Banda Aceh, 1949 dan Lulus FK UGM, 1956, kemudian ia belajar di Universitas Amerika, Washington DC, tapi mengambil gelar doktor di Rijksuniversiteit, Utrecht, Negeri Belanda, 1970. Di beberapa perguruan tinggi ini, Jacob dibimbing beberapa arkeolog ternama yakni Prof. Dr. W. Montague Cobb, dan Prof. Dr. G.H.R. Koenigswald.
Gagasannya di bidang pendidikan terasa orisinil. Misalnya, ia pernah melempar gagasan buat menerima lulusan SMA IPS di fakultas kedokteran. Ia juga gusar melihat sebagian besar insinyur bekerja di kota. ‘’Kalau dokter dapat menjadi dokter Inpres, mengapa insinyur tak,’’ katanya. Tetapi, memenuhi harapan Menteri P & K buat mencetak kader penerus kegiatan bidang ilmu yang digelutinya, ia malah merasa sulit. Orang tak banyak tertarik bidang ini karena hasilnya tak segera dirasakan. Lagi pula, bidang ini erat berkaitan dengan antardisiplin: ilmu kedokteran, biologi, kedokteran gigi, arkeologi, dan antropologi budaya. ‘’Menyiapkan program pendidikannya pun menjadi susah,’’ ujarnya.
Di beberapa negara, Jacob tercatat sebagai anggota sejumlah perkumpulan. Ia juga menulis dua karya. Jacob menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia purba di kawasan Sangiran, Solo, bertradisi mengayau — memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya. Ia menyatakan, ‘’Temuan-temuan tengkorak Sangiran umumnya telah tak bertulang dasar, rusak karena lemah. Lagi pula, manusia purba cukup bekerja dua jam buat makan sepanjang hari, sehingga rangsangan untuk membunuh menjadi berkurang.’’
Menikah dengan Nuraini, Jacob dikaruniai seorang anak wanita. Kegemarannya cuma membaca. Bila bepergian, ia sering membawa banyak kopor. Bukan pakaian, melainkan tulang belulang. Ketika membawa fosil ke Tokyo, 1977, ‘’Saya dijaga ketat, pakai polisi bersirene, dan lampu merah semua,’’ ceritanya.
Tidak selamanya serius, Jacob juga suka berkelakar. ‘’Orang dapat memancarkan wibawanya lewat berbusana bersih, rapi, dan wangi,’’ katanya. Tetapi, ‘’Di dunia kami yang lain. Semakin kumal baju yg dikenakan seorang peneliti, apalagi kalau ada lubang di sana-sini, ia akan semakin tampak berwibawa, dan lebih dihormati.
Mantan guru besar emeritus dan antropolog ragawi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini sempat menghebohkan dengan penemuannya mengenai kontroversi keberadaan manusia Flores. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yg tekun pada bidangnya dan menghasilkan banyak karya tulis, penelitian, buku, artikel, makalah di berbagai surat kabar dan jurnal. Dia yaitu putera Aceh yg diakui sebagai ilmuwan antropologi internasional.
Pendidikan
Karier
Kegiatan Lain
Karya
Penghargaan
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Teuku_Jacob
- Rektor Universitas Gadjah Mada ke-7, Masa jabatan: 1981 – 1986
- Lahir: 6 Desember 1929 Peureulak, Aceh, Hindia Belanda
- Meninggal: 17 Oktober 2007 (umur 77) Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia
- Alma mater: Universitas Utrecht (Ph.D.; 1967)
- Agama: Islam
Prof. Dr. Teuku Jacob adalah guru besar emeritus dalam bidang antropologi ragawi Universitas Gajah Mada (UGM). Ia dikenal sebagai peneliti berbagai fosil yg ditemukan di berbagai tempat di Pulau Jawa. Menjelang akhir hidupnya, ia sempat menghebohkan kalangan antropologi atas kritiknya terhadap asal usul Homo floresiensis. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yg tekun pada bidangnya dan menghasilkan banyak karya tulis, penelitian, buku, artikel, makalah di berbagai surat kabar, dan jurnal. Dia merupakan bapak paleoantropologi Indonesia.
Kehidupan
Prof. Dr. Teuku Jacob lahir di Peureulak, Aceh 6 Desember 1929. Ia putra bungsu dari tiga bersaudara, anak dari Teuku Sulaiman. Jacob tamat SMA di Banda Aceh, 1949 dan Lulus FK UGM, 1956, kemudian ia belajar di Universitas Amerika, Washington DC, tapi mengambil gelar doktor di Rijksuniversiteit, Utrecht, Negeri Belanda, 1970. Di beberapa perguruan tinggi ini, Jacob dibimbing beberapa arkeolog ternama yakni Prof. Dr. W. Montague Cobb, dan Prof. Dr. G.H.R. Koenigswald.
Gagasannya di bidang pendidikan terasa orisinil. Misalnya, ia pernah melempar gagasan buat menerima lulusan SMA IPS di fakultas kedokteran. Ia juga gusar melihat sebagian besar insinyur bekerja di kota. ‘’Kalau dokter dapat menjadi dokter Inpres, mengapa insinyur tak,’’ katanya. Tetapi, memenuhi harapan Menteri P & K buat mencetak kader penerus kegiatan bidang ilmu yang digelutinya, ia malah merasa sulit. Orang tak banyak tertarik bidang ini karena hasilnya tak segera dirasakan. Lagi pula, bidang ini erat berkaitan dengan antardisiplin: ilmu kedokteran, biologi, kedokteran gigi, arkeologi, dan antropologi budaya. ‘’Menyiapkan program pendidikannya pun menjadi susah,’’ ujarnya.
Di beberapa negara, Jacob tercatat sebagai anggota sejumlah perkumpulan. Ia juga menulis dua karya. Jacob menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia purba di kawasan Sangiran, Solo, bertradisi mengayau — memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya. Ia menyatakan, ‘’Temuan-temuan tengkorak Sangiran umumnya telah tak bertulang dasar, rusak karena lemah. Lagi pula, manusia purba cukup bekerja dua jam buat makan sepanjang hari, sehingga rangsangan untuk membunuh menjadi berkurang.’’
Menikah dengan Nuraini, Jacob dikaruniai seorang anak wanita. Kegemarannya cuma membaca. Bila bepergian, ia sering membawa banyak kopor. Bukan pakaian, melainkan tulang belulang. Ketika membawa fosil ke Tokyo, 1977, ‘’Saya dijaga ketat, pakai polisi bersirene, dan lampu merah semua,’’ ceritanya.
Tidak selamanya serius, Jacob juga suka berkelakar. ‘’Orang dapat memancarkan wibawanya lewat berbusana bersih, rapi, dan wangi,’’ katanya. Tetapi, ‘’Di dunia kami yang lain. Semakin kumal baju yg dikenakan seorang peneliti, apalagi kalau ada lubang di sana-sini, ia akan semakin tampak berwibawa, dan lebih dihormati.
Mantan guru besar emeritus dan antropolog ragawi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini sempat menghebohkan dengan penemuannya mengenai kontroversi keberadaan manusia Flores. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yg tekun pada bidangnya dan menghasilkan banyak karya tulis, penelitian, buku, artikel, makalah di berbagai surat kabar dan jurnal. Dia yaitu putera Aceh yg diakui sebagai ilmuwan antropologi internasional.
Pendidikan
- SD, Langsa (1943)
- SMP, Kutaraja (1946)
- SMA, Kutaraja (1949)
- Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta (1956)
- Universitas Amerika, Washington DC, AS (1960)
- Rijksuniversiteit Utrecht, Negeri Belanda (Doktor, 1967)
Karier
- Asisten Ahli Antropologi UGM (1954-1963)
- Lektor Muda, kemudian Lektor Kepala Antropologi UGM (1963-1971)
- Asisten Anatomi Universitas Amerika, Washington DC (1959-1960)
- Guru Besar Tamu Paleontologi, Manusia, San Diego (1968)
- Guru Besar Antropologi UGM (sejak 1971)
- Sekretaris Fakultas Kedokteran UGM (1973-1975)
- Ketua Bidang Ilmu Kedokteran Forum Pendidikan Doktor UGM (sejak 1977)
- Anggota Komisi Kerja Senat UGM (sejak 1977)
- Rektor UGM (1982-1986)
Kegiatan Lain
- Pemimpin Redaksi Berkala Ilmu Kedokteran (sejak 1969)
- Anggota American Association of Physical Anthropologists
- Anggota Society for the Study of Social Biology
- Anggota American Association for the Advancement of Science
- Anggota Société d’Anthropologie de Paris
- Anggota Society for Medical Anthropology
Karya
- The Sixth Skull Cap of Pithecanthropus Erectus, American Journal of Physical Anthropology (1966)
- Some Problems Pertaining to the Racial History of the Indonesia Region, Neerlandia, Utrecht (1967)
- The Phitecanthropus of of Indonesia, Bulletins et Mémoires de Société d’Anthropologie de Paris (1975)
- Menuju Teknologi Berperikemanusiaan (1996)
- Tahun-Tahun Yang Sulit (2001)
- Tragedi Negara Kesatuan Kleptokratis (2004)
- Pygmoid Australomelanesian Homo sapiens skeletal remains from Liang Bua, Flores: Population affinities and pathological abnormalities (2005)
Penghargaan
- Bintang Mahaputra Nararya (tahun 2002) dari Kepala Negara Megawati Soekarnoputri.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Teuku_Jacob
Gabung dalam percakapan